CINTA, WANITA, DAN PENGANTIN SEDERHANA (Sebuah Resensi Buku “JANGAN PUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH”. Penulis: KH. Masyhuril Khamis)

CINTA, WANITA, DAN PENGANTIN SEDERHANA (Sebuah Resensi Buku “JANGAN PUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH”. Penulis: KH. Masyhuril Khamis)

Smallest Font
Largest Font

Oleh: H. J. FAISAL

CINTA
Di dalam bukunya yang berjudul ‘Jangan Putus Asa Dari Rahmat Allah’, sahabat sekaligus guru saya, yaitu KH. Masyhuril Khamis, mengungkapkan tiga hal tersebut dengan sangat apik. Sebelumnya saya pun tidak menyangka bahwa beliau dapat mengartikan cinta dengan begitu romantis, tetapi tetap dalam bingkai ke-Islaman yang suci. Pantaslah jika beliau dapat menahkodai keluarganya dengan sangat harmonis, karena memang pemahamannya yang sangat mendalam mengenai ilmu rumahtangga yang Islami, tanpa mereduksi hak-hak yang seharusnya istri dan anak-anaknya dapatkan secara normal. Mabruuk, kyai….insyaAllah.

Di dalam buku itu dituliskan, bahwa cinta dan mencintai adalah sebuah benda dan kegiatan yang sangat suci, bahkan sangat dianjurkan oleh Islam. Tetapi, cinta tetap harus diartikan dan dilakukan di dalam bingkai yang positif, agar mendapatkan keridhoan Allah Subhannahuwata’ala.

Ada beberapa arti cinta yang sangat positif, yang dapat menjadi energi yang sangat luar biasa dalam menjalankan kehidupan ini, yang tentu saja harus sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Yang pertama dan yang paling utama adalah cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta ini merupakan bentuk sebuah pengakuan ketauhidan dalam ber-Islam. Dengan kecintaan yang penuh, maka ketaqwaan pun akan muncul. Cinta ini adalah cinta yang tidak akan pernah terputus dari dunia sampai akhirat.

Cinta yang dimiliki seorang manusia terhadap manusia lainnya juga dapat menjadi sebuah ibadah yang sangat dahsyat dan sangat tinggi nilainya dihadapan Allah Subhannahuwata’ala , bahkan bisa membawanya mendapatkan syurga-Nya Allah Subhannahuwata’ala, yaitu cintanya seorang istri kepada suaminya. Begitupun cinta seorang suami kepada istrinya. Adalah sebuah karunia yang sangat besar bagi seorang istri, apabila dia dicintai dan dibimbing oleh suaminya. Keridhoan suaminya adalah syurga bagi sang istri, baik syurga dunia yang menjelma di dalam keharmonisan rumahtangganya, maupun syurga di akhirat kelak. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya).

Dari hadits ini, maka dapat diketahui siapa yang menjadi imam, dan siapa yang menjadi makmum di dalam sebuah rumahtangga. Sang imam harus mampu membawa makmumnya dengan benar, tetapi makmum jika dapat menegur sang imam dengan baik dan penuh hormat, jika imamnya berbuat sebuah kekhilafan.

Indahnya kehidupan sebuah rumahtangga yang didasari oleh rasa cinta, kasihsayang, dan ilmu yang cukup, merupakan dambaan bagi seluruh umat manusia. Dari sebuah rumahtangga seperti ini, maka akan terwujud sebuah ketenangan, dan dengan ketenangan seperti ini, maka akan tercipta generasi-generasi penerus yang akan mempunyai sifat saling menghormati, dan saling menyayangi. Dari ketenangan sebuah rumahtangga atau sakinah, akan memupuk rasa saling mencintai yang sangat tulus (mawaddah), sehingga kasihsayang (warrohmah) akan saling terjalin dengan mudah diantara seluruh anggota keluarga.

Selanjutnya, cinta kepada kedua orangtua juga adalah merupakan sebuah perwujudan penghormatan dan kasihsayang yang sangat tinggi. Begitu mulia dan tingginya derajat mereka dihadapan Allah dan Rasul-Nya. Maka sangat patutlah sebagai makhluk Allah yang berakal tinggi seperti manusia untuk menghormati kedua orangtuanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ridho Allah itu tergantung ridho kedua orang tua dan murka Allah juga tergantung kepada murka kedua orangtua.” (HR. Tirmidzi).

WANITA
Di dalam buku ini juga dijelaskan bahwa, kehadiran cinta, sejatinya dapat merubah seorang manusia menjadi lebih baik kejiwaannya, dan lebih peka terhadap lingkungannya. Kehadiran cinta dapat membuat seorang manusia lebih bertaqwa kepada Tuhannya. Kehadiran cinta dapat membuat sebuah kehidupan rumahtangga menjadi lebih harmonis dan romantis. Kehadiran cinta dapat membentuk sebuah kehidupan masyarakat yang lebih perduli satu sama lainnya. Dengan hadirnya cinta juga menjadikan manusia merasa lebih dihargai dan dimanusiakan. Inilah misi Islam dari pertama kehadirannya, sekarang, hingga di saat akhir dunia ini. Islam adalah agama cinta.

Karena sebagai agama cinta itulah mengapa Islam sangat memuliakan keberadaan wanita. Keberadaan wanita sebelum datangnya Islam, sangatlah memilukan. Wanita hanya dianggap sebagai pemuas nafsu birahi laki-laki, dan kehormatan menjadi tidak berarti bagi kaum hawa. Bahkan di jaman jahilliyah di tanah Arab dulu, mereka sangat malu jika istri-istri mereka melahirkan seorang anak yang berjenis kelamin perempuan. Dengan datangnya Islam, akhirnya derajat para wanita pun menjadi terangkat.

Hal yang paling besar dan mendasar yang diperoleh oleh wanita setelah datangnya Islam adalah naiknya kedudukan wanita. Bahkan di dalam hal beribadah, dan mencari pahala kebaikan di sisi Allah, mereka mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki. Hal ini sesuai dengan yang Allah firmankan di dalam surat Al Ahzab, ayat 35, yang artinya: “Sungguh, laki-laki dan wanita muslim, laki-laki dan wanita mukmin, laki-laki dan wanita yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan wanita yang benar, laki-laki dan wanita yang sabar, laki-laki dan wanita yang khusyuk, laki-laki dan wanita yang bersedekah, laki-laki dan wanita yang berpuasa, laki-laki dan wanita yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan wanita yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Bahkan di dalam Al Qur’an pun, ada surat khusus yang diberi nama dari arti wanita, yaitu surat ‘An-Nisaa’. Dan pastinya kita tidak akan menemukan surat ‘Ar Rijal’, yang berarti laki-laki. Di dalam hadits Rasulullah juga banyak kita temui nasihat-nasihat beliau yang memerintahkan untuk menghormati dan melindungi kaum wanita. Dan beliau juga memerintahkan kita untuk lebih memperhatikan anak perempuan kita.

Akhlak Rasulullah dalam mencintai wanita juga sangat patut kita teladani. Pernah suatu waktu Rasulullah dan para sahabat sedang membagikan daging di Ji’ronah. Ketika itu, datanglah seorang wanita tua dan mendekat kepada Rasulullah, kemudian dihamparkanlah selendang beliau untuk wanita itu, dan wanita tersebut duduk di atasnya. Kemudian seorang sahabat bertanya kepada sahabat lainnya. “Siapakah wanita tua yang dimuliakan oleh Rasulullah itu?” Dijawablah oleh seorang sahabat, “Dia adalah wanita yang menyusui Rasulullah.”

Dari riwayat di atas jelaslah bahwa betapa mulianya wanita diperlakukan oleh Rasulullah Sallallahu’alaihiwassalam. Rasulullah memiliki rasa cinta dan simpati yang mendalam kepada kaum wanita. Dan tentu saja, pandangan cinta ini sangat berbeda dengan pandangan para kaum orientalis dan pemebenci Islam, yang menyatakan bahwa Rasulullah adalah seorang maniak perempuan. Naudzubillah. Ini adalah pandangan yang membabibuta, dan tidak melihat sebuah keadaan secara keseluruhan, dan hanya memandang Islam dengan mencari kelemahannya, yang sejatinya tidak akan pernah mereka temukan di dalam agama ini. Mengapa demikian? Karena Islam adalah agama yang sempurna. Dan tidak main-main, karena yang menyempurnakannya adalah Allah Subhannahu wata’alla.

Di dalam kehidupan kesehariannya, Rasulullah tampak sangat akrab dengan para istri-istri beliau, putri beliau, bersikap sopan terhadap istri-istri para sahabat, dan bahkan berakhlak mulia kepada para wanita non muslim ketika itu. Rasulullah pernah mengajak para istri-istrinya melihat sebuah pertunjukkan, menyediakan tempat duduk yang nyaman, dan bercengkrama dengan mereka. Rasulullah juga tidak mau memenuhi sebuah undangan jamuan tanpa mengajak mereka. Rasulullah Sallallahu’alaihiwassalam pernah bersabda, “Yang terbaik di antara kamu, adalah yang paling baik akhlaknya terhadap wanita.” (HR. Ibnu Majah).

Jadi, bersyukurlah anda para wanita muslimah, karena Allah dan rasul-Nya telah mengangkat derajat anda semua ke derajat yang sangat tinggi, baik di dunia ini, maupun di akhirat kelak. Tetapi, mengapa masih banyak para wanita muslim yang justru menurunkan derajat, dan harga diri mereka sendiri ke dalam kubangan lumpur dosa, hanya karena ingin mendapatkan kemewahan dan kenikmatan dunia sesaat? Tidaklah seimbang kegiatan tukar tambah ini. Jangan korbankan kenikmatan akhirat dengan dorongan nafsu yang menyesatkan dan membuat dosa besar. Ingat, derajat anda sudah ditinggikan, jadi jangan dijatuhkan lagi oleh kebodohan anda sendiri, para kaum wanita. Berakhlaklah, kemudian berilmulah. Pilihlah suami yang sekiranya dapat membimbing anda dengan ilmu agama Islam yang baik. Pilihlah imam yang dapat membawa anda dan anak-anak semuanya ke dalam syurga-Nya Allah, dan bukan malah membawa anda dan keluarga ke dalam nerakanya Allah Subhannahu wata’alla. Naudzubillah.

PENGANTIN SEDERHANA
Wanita mana yang tidak ingin memiliki seorang suami yang baik dan setia, serta mencintainya dengan setulus hati? Wanita mana yang tidak ingin bahagia dan saling mencinta di dalam kehidupan sebuah mahligai rumahtangga? Wanita mana yang tidak ingin dibimbing oleh suami tercintanya untuk menuju Syurganya Allah Subhannahu wata’alla? Jawaban untuk semua pertanyaan di atas, sudah dapat dipastikan tidak ada. Artinya, semua wanita ingin mempunyai seorang suami yang baik dan setia, yang mencintainya dengan setulus hati. Semua wanita ingin bahagia di dalam mahligai rumahtangganya. Semua wanita juga pasti ingin memiliki seorang suami yang dapat membimbingnya menuju syurganya Allah Subhannahu wata’alla. MasyaAllah…penulis doakan, semoga anda adalah wanita-wanita pilihan Allah yang akan mendapatkan itu semua. Aamiin ya Allah ya Robbal’alamiin.

Untuk dapat memulai semuanya itu, Islam memberikan sebuah solusi yang tidak sulit. Yaitu, pernikahan, yang tidak didahului oleh yang namanya pacaran tentunya. Ta’aruf atau perkenalan, cocok, langsung menikah. Karena pada prinsipnya, di dalam Islam, tidak ada yang namanya pacaran atau pencocokkan dahulu sebelum menikah, yang ada hanya menumpuk dosa dan maksiat. Merasa belum kenal dengan calon suami atau calon istri kita? Tak kenal, maka ta’aruf. Sederhana saja solusinya, bukan? Pencocokkan dilakukan setelah menikah. Pacaranpun dilakukan setelah menikah. Selain mendapatkan pahala dan ridho Allah, bisa langsung mendapatkan anak pula. Aman, nyaman, dan berpahala pastinya. InsyaAllah. Indahnya berbagi…

Islam mengajarkan untuk mempermudah pernikahan, dan mempersulit perceraian. Jangan dibalik logikanya seperti logikanya kaum orientalis dan para pembenci Islam (Islam Haters), yaitu mempersulit pernikahan dan mempermudah perceraian.

Jika demikian, bagaimanakah sebenarnya pernikahan yang Islami dan sesuai denan tuntunan Allah dan Rasul-Nya? Di dalam buku ini dijelaskan bahwa ketika Rasulullah Sallallahu’alaihiwassalam hendak menikahkan Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, beliau mengundang Abu Bakar, Umar, dan Usamah untuk membawakan ‘persiapan’ Fatimah. Para sahabat mulia ini bertanya-tanya, apa gerangan yang dipersiapkan Rasulullah untuk pernikahan putri tercintanya tersebut? Ternyata bekalnya hanyalah sebuah penggilingan gandum, kulit hewan yang disamak sebagai selimut, sebuah kendi air, dan sebuah piring.

Melihat hal ini, Abu Bakar sahabat tercinta menangis tersedu. “ Ya Rasulullah, ini sajakah persiapan untuk Fatimah?” tanya Abu Bakar tersedu-sedu dengan berurai air mata.

“Wahai Abu Bakar sahabatku tercinta, ini sudah cukup bagi orang yang berada di dunia,” jawab Rasulullah berusaha menenangkan Abu Bakar.

Fatimah, sang pengantin, kemudian keluar rumah dengan memakai pakaian yang cukup bagus, tetapi dengan 12 tambalan. Tidak ada perhiasan, apalagi pernak-pernik mahal, yang terkadang berat pula. Itulah sebagian keutamaan dan kemuliaan seorang Fatimah, putri tercinta Rasulullah, kekasih Allah. Saat ini, ada ribuan, bahkan jutaan Fatimah yang telah menujukkan akhlak mereka. Tetapi dari rahim merekalah telah lahir ulama-ulama ulung yang menjadi guru dan rujukan seluruh imam, termasuk di antara mereka adalah Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Syafi’I, dan Imam Hambali.

Inilah sebuah ikhtibar bagi generasi millennium saat ini dan yang akan datang, bahwa nilai pernikahan bukan harus disimbolkan dengan resepsi mewah atau pesta yang dihadiri pejabat-pejabat penting, dan ribuan undangan. Hakikat pernikahan adalah bagaimana mewujudkan tujuan sebuah pernikahan, yaitu membentuk sebuah rumahtangga islami yang sakinah, mawaddah, dan warrohmah.

Teladan pengantin sederhana dan pernikahan bersahaja oleh Rasulullah Sallallahu’alaihiwassalam menggambarkan betapa kesederhanaan merupakan inti dari ajaran Islam dalam menyempurnakan akhlak manusia. Bagi Rasulullah Sallallahu’alaihiwassalam, untuk membuat sebuah pesta yang besar untuk putri tercintanya, bukanlah hal yang sulit. Tetapi Rasulullah Sallallahu’alaihiwassalam telah memberikan sebuah contoh yang cerdas bagi umatnya, bahwa ‘kemegahan’ sebenarnya ada di dalam sebuah kesederhanaan. Karena di dalam kesederhanaan, maka hati seorang manusia akan menjadi rendah dan tawadhu. Ketawadhuan adalah kemegahan yang sesungguhnya.***

(Penulis adalah Pemerhati Pendidikan/Mahasiswa Doktoral Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow